June 10, 2016

Penulis Pro Menulis Dengan Hati


Penulis Pro  Menulis Dengan Hati

Mengapa kita harus menulis dengan hati? Mengapa harus melibatkan hati saat menulis. Bukankah menulis itu merangkai kata dan kata, atau apakah saat merangkai kata kata itu lalu kita menghubungkannya dengan hati?  Mari kita coba lihat disekitar kita berapa banyak sampah sampah kertas yang terbuang karena tulisannya, karena isinya tak ingin diingat, tidak berkesan. Atau pergilah ke toko buku, coba amati  berapa banyak buku yang masuk ke toko buku ternama tapi seminggu kemudian masuk ke box buku buku discount dengan label discount 70%.
Sedih juga melihatnya. Padahal penulisannya memerlukan upaya merangkai jutaan kata. Memerlukan bermalam malam bahkan mungkin berbulan-bulan menuliskannya. Bukan sampai di situ saja juga bukan tidak mungkin telah melalui riset yang tidak murah, lama dan melelahkan. Begitu juga dengan editornya;  mungkin sang editor telah bermalam malam begadang serta jelas kurang tidur karena target buku ini harus rampung, harus sudah masuk mesin cetak, dan sudah harus terpajang di toko. Ya banyak sekali buku yang ditulis hanya dengan mengandalkan kata kata, hanya mengandalkan target sesuai kesepakatan atau proposal. Apakah buku itu bisa kita samakan dengan sayur tanpa garam; atau seperti pembuat cake yang gak ngembang; buku yang perwajahannya begitu hambar, membosankan dan memang tidak menarik sama sekali.
Apakah anda setuju kalau menulis dengan hati itu kita sebutkan juga sebagai penulis dengan kemampuan professional?  Memang sih ada juga yang menyarankan agar kalau menulis itu untuk membuat sebuah tulisan yang spesial. Membuat sebuah tulisan yang membuat diri kita dan pembaca lainnya bisa bergetar saat membacanya. Kalau kita lewat ungkapan seperti itu, kita bisa paham bahwa tulisan yang dimaksudkan adalah tulisan terkait kehidupan. Ya kehidupan yang menyangkut siapa saja baik itu hewan, manusia dan seterusnya. Jadi kalau saya perhatikan, yang mereka sebutkan itu menulis dengan hati sesungguhnya adalah menulislah secara professional. Sebab secara logika, tidak mungkin sebuah buku teknik yang terkait dengan prosedur “how to” tentang perawatan mesin kita jadi tergetar dalam membacanya. Tetapi kalau buku teknik itu sudah di susun secara procedural dan professional maka kita dapat mengatakan bahwa penulis buku tersebut sudah berhasil dan sudah sangat professional. Padahal kalau kita lebih peka sedikit saja. Sesungguhnya buku buku seperti itu sudah ada pakemnya. Sudah ada format bakunya. Kalau format itu diikuti secara benar maka akan jadilah ia sebuah buku pedoman atau “guide” yang fungsional dan menarik.
Nah dalam menulis juga begitu.  Semua pengetahuan terkait menulis itu ya harus di pelajari. Ibarat kata nih ye. Kalau membuat tulisan atau artikel ya kita harus tahu dahulu jenis yang mana? Sebab jangan lupa ternyata sebuah artikel itu sangat banyak ragamnya. Ada artikel narasi, eksposisi, argumentasi dll dll Jadi kalau kita berniat menuliskan sesuatu tetapi kita sendiri belum bisa mengklassifikasikan jenis artikel yang akan kita tulis. Maka percayalah, anda akan muter muter saja di sana. Mungkin niat anda mau membuat sedikit ada lelucon, pada hal artikel anda adalah jenis narasi. Ya nggak akan mungkin hidup suasananya. Artinya pengetahuan tentang menulis itu jelas sangat penting. Baru kemudian ketrampilan dalam menuliskannya. Artinya latihan menulis dan menulis.
Memang banyak ahli yang mengatakan kalau ingin menulis ya menulis saja. Tetapi itu bukan berarti anda tidak perlu mempelajari ilmu menulis itu sendiri. Ceritanya bisa begini. Katakan dikampung anda adalah kampung penghasil bambu. Di seluruh desa anda bambu tumbuh dimana-mana. Boleh dikatakan semua warga desa adalah ahli tentang kerajinan dari bahan bambu. Nah kalau demikian ceritranya tentu beda. Sebab secara tidak terasa sebenarnya anda sendiri sudah “ahli” dalam hal perbambuan. Cuma belum trampil. Tapi coba lakukan sesuatu yang berbeda. Coba cari semua buku atau referensi yang terkait dengan bambu dan kerajinan dari bambu, dan kemudian tekuni dan pelajari. Kemudian padukan dengan kegiatan ikut berkarya terkait bambu sesuai dengan kehidupan warga desa anda. Maka percayalah, dalam waktu yang tidak lama. Pastilah anda akan jauh lebih dikenal dan trampil di desa anda.

Nah kalau anda sudah paham dengan ilmunya, dan sudah trampil dengan pekerjaannya maka kalau anda padukan dengan “niatan hati” anda untuk menghasilkan karya bambu yang bermanfaat dan enak untuk dilihat, maka hal itulah yang barangkali disebut banyak orang dengan sebutan berkarya dengan hati. Nah menurut saya menulis dengan hati itu ya tidak jauh beda. Pertama tama pahami dahulu ilmunya. Kemudian latihlah ketrampilan anda lewat latihan dan latihan atau menulis dan terus menulis. Maka pada suatu tahapan anda akan bisa merasakan, bahwa kalau anda mau berkarya dengan hati, maka karya atau tulisan anda akan jadi sebuah karya yang kalau dibaca akan menyenangkan para pembacanya. Kalau anda menuliskan artikel kehidupan, maka anda sendiri dan para pembacanya akan tergetar saat membacanya. Cobalah.



No comments:

Post a Comment